Jumat, 30 Desember 2011

Perempuan Memilih Poligami Demi Status Sosial


Ketua Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Musdah Mulia menegaskan, banyak perempuan yang lebih memilih dipoligami, terutama bagi yang lebih mementingkan status sosial, karena mereka merasa diuntungkan.
“Mereka mencari jalan pintas daripada menikah dengan orang biasa dan hidup susah karena menanggung biaya hidup yang banyak. Mereka lebih baik menikah dengan pria beristri yang sudah mapan dan sudah punya punya nama. Karena mereka berpikir dengan menikah dengan orang yang mapan, mereka tidak perlu hidup susah,” kata Musdah kepada SH, di kediamannya di Matraman, Jakarta Timur, Selasa (23/8) siang.
Menurutnya, hal ini banyak terjadi karena ada konteks Islam yang menghalalkan poligami, dengan tujuan untuk melindungi atau menolong kaum wanita (dalam konteks perang di zaman Nabi Muhammad SAW). Namun, kebanyakan konteks tersebut disalahartikan oleh masyarakat, meskipun kebanyakan perempuan memang tidak menyetujui poligami.
Musdah mengemukakan, dirinya pernah berdialog dengan beberapa wanita eksekutif muda yang kaya dan mandiri, dan ternyata mereka memilih menjadi istri kedua. Alasannya, mereka lebih mementingkan karier, tapi juga membutuhkan status sosial.
Namun, mereka juga mengaku menjadi istri pertama itu repot karena harus fokus mengurus suami dan rumah tangga, sehingga mereka ingin menjadi istri part timer.
Ia menilai, itu bukan multak kesalahan mereka karena sesungguhnya hanya status sosial yang mereka inginkan. “Masyarakat kita itu sangat beragam, sehingga kita tidak boleh memandangnya dari satu warna saja,” lanjutnya. Contohnya, ketika seorang perempuan belum menikah, maka akan ditanya mengapa belum menikah.
“Itulah jahatnya pikiran masyarakat kita, menganggap wanita tidak sempurna kalau tidak menikah. Sehingga mereka lebih memilih dinikahi oleh laki-laki beristri, karena mereka mementingkan karier tapi juga butuh status sosial agar dipandang sempurna karena sudah menikah,” tambahnya.
Jadi, perempuan itu lebih memilih menikah dengan pria beristri supaya terhindar dari pertanyaan itu, biarpun sang suami hanya datang sekali-kali.
Musdah berpendapat, sebenarnya istri pertama juga punya hak untuk tidak dipoligami oleh suaminya. Karena sesungguhnya pernikahan itu adalah komitmen, jadi kalau sang suami mengkhianati istrinya dengan berpoligami, berarti sang suami telah mengkhianati komitmen itu.
Masyarakat Indonesia banyak yang melakukan itu karena tidak ada undang-undang yang memberikan sanksi.
Di negara-negara yang Islamnya maju, seperti Maroko, Mesir, dan Turki, Undang-undang Perkawinan dan Undang-undang Keluarga sudah sangat ketat, sehingga orang yang berpoligami tentu dipidana karena merupakan perbuatan kriminal. Di Indonesia pun sebenarnya ada Undang-undang Perkawinan, tapi senantiasa dilanggar dan tidak ada sanksinya.
Lebih parah lagi kalau laki-laki dari kalangan pejabat berpoligami, karena sesungguhnya mereka itu dibayar dengan uang rakyat. Menurut Musdah, setiap pejabat menikah lagi pasti menyalahgunakan fasilitas publik.
Padahal, mereka seharusnya fokus mengurus proyek untuk kepentingan negara, bukan malah sibuk mengurus masalah syahwat. Sayangnya, banyak masyarakat yang memandang itu hal biasa, malah poligami itu dianggap sebagai hal yang melegalkan perselingkuhan.
Izin Dimanipulasi
Benarkah poligami itu halal dalam Islam? Menurut Musdah Mulia, itu tergantung dari konteks mana membacanya. Ini karena kebanyakan orang membaca poligami dari satu konteks saja, yaitu dihalakan oleh agama.
Poligami sebuah kata yang mengandung fenomena tersendiri dalam benak laki-laki ataupun perempuan. Sebagian beranggapan poligami adalah sebuah kekuatan, sebagian yang lain merasakan ketakutan. Poligami sebenarnya sudah lama menjadi fenomena berabad-abad lamanya bahkan ketika sebelum masehi, orang biasa melakukan hal ini. Maka tidak heran jika jaman dahulu orang berpoligami banyak atau mempunyai isteri lebih dari satu, bahkan 10 atau 100. Tidak hanya orang biasa namun juga dilakukan oleh para Nabi, seperti Nabi Daud as dan Nabi-nabi lainnya.

Bagaimana sebenarnya Islam mengajarkan atau lebih tepatnya mendudukkan poligami ini, khususnya untuk jaman sekarang dan kita umat Muhammad Rasulullah? Banyak dalil yang diungkapkan dari berbagai sudut pandang, yang intinya tidak ada yang mengatakan poligami adalah haram. Jelas ada ayat Quran yang memperbolehkan (mubah) dalam berpoligami. Dalam Surat An-Nisa (4:3).

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Allah mengatakan seperti hal ini tentunya menyediakan juga contoh pada manusia, agar dalam implementasi tidak salah kaprah atau tidak mengambil penafsiran sendiri. Maka siapakah yang menjadi contoh dalam berpoligami ? Tentunya umat Islam merujuk pada Rasulullah (Nabi Muhammad saw) dan Nabi Ibrahim.as.

Kita lihat kehidupan Rasulullah saw. Saya akan mengungkapkan fakta yang sebagian besar kita belum menyadari bahkan belum mengetahui. Fakta teladan berpoligami dari Rasulullah, yaitu beliau tidak berpoligami saat masih bersama Khadijah, isteri pertama beliau.
Bagi sebagian manusia, jika menggunakan hati nuraninya dengan tajam maka akan mengakui dan menjunjung tinggi fenomena ini. Lihatlah kehidupan Rasulullah begitu setia dan cintanya pada isteri pertamanya, Khadijah, sampai-sampai ketika Rasul sudah mempunyai banyak isteri, masih saja dikenangnya. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi Khadijah walaupun itu semulianya Aisyah ra. Sehingga suatu waktu, Aisyah ra, pernah cemburu berat kepada Rasul. Bagaimana kejadiannya ?

Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori, bahwa Aisyah berkata, ”Aku tidak pernah cemburu terhadap wanita seperti kecemburuanku terhadap Khadijah, karena Nabi saw seringkali menyebut namanya. Suatu hari beliau menyebut namanya, lalu aku berkata ;”Apa yang engkau lakukan terhadap wanita tua yang merah kedua sudut mulutnya? Padahal Allah telah memberikan ganti yang lebih baik darinya kepadamu.” Beliau kemudian bersabda: ”Demi Allah, Allah tidak memberikan ganti yang lebih baik darinya kepadaku.”

Suatu kali, Rasulullah menyebut-nyebut kata dengan pelan dan halus, “Khadijah, Khadijah” dari lisannya dalam keadaan sendiri termenung. Aisyah ra, mendengar Rasul menyebut-nyebut nama Khadijah. Fitrahnya muncul sebagai seorang wanita seperti Aisyah, kecemburuan, dengan mengatakan “buat apa mengenang wanita tua, renta”. Simaklah jawab Rasul selanjutnya itu, “Demi Allah, Allah tidak memberikan ganti yang lebih baik darinya kepadaku”.

Mengapa Rasul menjawab seperti itu, karena Rasul terkenang dengan pengorbanan dan setianya isteri pertama beliau, Khadijah. Menyiapkan makanan ketika beliau berkhulwat di Gua Hira. Menyelimuti beliau ketika kedinginan menyambut datangnya wahyu-wahyu pertama, dimana saat-saat Rasul mengalami guncangan dan penuh takut menyelimuti beliau. Memberikan putra-putri yang pertama dalam kehidupan beliau. Mengantarkan beliau pada paman Khadijah sendiri, sehingga beliau mendapat keyakinan bahwa beliau adalah utusan Allah. Dan yang paling penting kata Nabi, adalah Khadijahlah yang paling pertama percaya dan beriman ketika orang-orang tidak percaya pada Nabi, bahkan banyak yang menuduhnya gila. Khadijahlah pertama kali yang menjadi bagian dari perjalanan hidup Nabi.
Dengan setianya seperti ini, Nabi tidak berani melakukan poligami atau mengambil isteri lagi, yang walaupun saat itu Nabi masih muda dan energik, Khadijah sudah tua.

Apalagi saat sebelum menjadi Rasul, Nabi sudah menjadi konglomerat yang kapanpun bisa mengambil isteri lagi. Nabi juga masih melakukan perjalanan-perjalanan jauh guna kepentingan dagangnya, lama meninggalkan isteri pertamanya berdagang berbulan-bulan. Tidak ada komunikasi canggih seperti saat ini, tapi Nabi tetap bisa setia, tetap berkomunikasi batin (kesetiaan dan kenangan) pada isterinya yang pertama.

Ketika diangkat menjadi Rasul pun sampai tahun ke 10 kenabian, saat Khadijah wafat, Rasul tetap setia mendampingi isterinya dari waktu ke waktu. Betapa indahnya rasa cinta dan setianya Rasul pada isteri pertamanya. Tidak ada wacana poligami yang dilontarkan Nabi pada Khadijah walaupun saat itu semua orang disekitanya melakukannya.

Bagaimana dengan isteri pertama Anda ? Masih ingatkah jasa-jasanya ? Siapa pertama kali yang akan setia mendengarkan curahan hati Anda ? Siapa pula yang mengurus Anda sehingga bisa tampil gagah, segar bugar menyongsong hari ? Siapa pula yang meyakinkan diri ketika gundah gulana, ketika hilang kepercayaan dari orang maupun diri, tapi dia memberikannya, merangkul, memberikan sepenuh hati dan fikirannya pada Anda ? Siapakah yang mengobati ketika Anda terluka ?

Rosulalloh Saw , Bersabda : “ Mukmin yang paling sempurna adalah Mukmin yang paling baik akhlaknya dan paling lembut terhadap keluarganya , Keluarga adalah isteri pertama dan utama, kemudian putra-putri "

Hadis riwayat Abu Hurairah ra , ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya wanita itu seperti tulang rusuk. Jika kamu berusaha meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya. Tetapi kalau kamu biarkan saja, maka kamu akan menikmatinya dengan tetap dalam keadaan bengkok.

Hadis tersebut menunjukkan keteladanan beliau dalam menghormati istrinya, dengan menampakkan sikap lembut, tidak mengkritik hal-hal yang tidak perlu untuk dikritik, memaafkan kesalahannya, dan memperbaikinya dengan kesabaran. Bila terpaksa harus bertindak tegas, beliau lakukan hal itu disertai dengan kelembutan dan kerelaan. Sikap tegas dan keras untuk mengobati keburukan dalam diri wanita, sedangkan kelembutan dan kasih sayang untuk mengobati kelemahan dalam dirinya.

Menghormati isteri… berarti menghormati pula perasaannya. Sudahkah kita mempunyai kecerdasan hati dan akal tentang perasaannya bila menganjurkan dia agar kita bisa berpoligami ? Sekedar wacana dari sang suami saja, isteri sudah tidak nyaman perasaannya. Padahal Islam identik sekali dengan keamanan dan kenyamanan untuk siapapun terlebih untuk orang yang kita cintai.

Kembali kepada permasalahan kedudukan poligami. Poligami adalah mubah, maka sikap dan pernyataan kita hendaknya sejalan dengan status “mubah”nya poligami tersebut. Jangan sampai penyikapan kita menjadi seperti “sunnah” yang dianjurkan, atau lebih dahsyatnya seperti “wajib” sehingga banyak sebagian kalangan menyikapi dan menyatakan mempunyai isteri lebih dari satu adalah seperti sunnah atau wajib. Penganjuran poligami dimana-mana adalah sebuah sikap yang melebihi kapasitasnya sebagai “mubah”. Apalagi mempersiapkan isteri pertama untuk mau menerima poligami adalah sikap yang melebihi kadarnya. Tidakkah masih banyak potensi yang kita bisa lakukan untuk mencapai lebih besar lagi, kemakmuran dan kebahagiaan umat bukan sekedar kebahagiaan seorang diri.
Tidak boleh juga kita mengatakan dan menyikapi ‘mubah’nya poligami seperti seolah-olah makruh ataupun haram. Ini yang disikapi oleh sebagian orang takutnya dengan poligami.

Allah memberikan pilihan kita apakah cukup beristeri satu ataupun berpoligami. Tapi Allah juga memperlihatkan bagaimana fakta lain di atas dari Nabi tentang poligaminya beliau yang tidak boleh kita abaikan sebagaimana mengingkari ayat diperbolehkannya poligami.
Jadi berhitung-hitunglah terlebih dahulu jika ingin berpoligami. Teladan Nabi mengajarkan hitung-hitunglah terlebih dahulu dengan kecerdasan akal, hati, spiritual, emosi kita untuk dan tentang isteri pertama kita. Dosa apabila kita berani mengambil tanggung jawab lebih, ternyata kita tidak sanggup untuk memikulnya, tidak dapat berlaku seadil-adilnya. Tanggung jawab mempunyai isteri lebih dari satu adalah lebih besar di dunia ini dan proses pertanggungjawaban di hadapan Allah akan lebih berat.
“Sebenarnya, ada sekitar 106 ayat di dalam Alquran yang membahas mengenai perkawinan. Tapi kalau memang itu halal, mengapa di negara-negara Islam itu diharamkan? Coba baca Undang-undang Perkawinan dan Undang undang Keluarga di ketiga negara itu (Maroko, Mesir, dan Turki). Hal itu dinyatakan haram mutlak,” tegasnya.
Di Mesir, prosedur poligami sangat menarik, lanjut Musdah. Seorang suami boleh menikah lagi dengan wanita lain asalkan ada persetujuan tertulis dan persetujuan lisan yang disampaikan secara terbuka di sidang pengadilan, di mana istri dan anak-anak diundang ke sidang pengadilan itu, apakah setuju bila suami menikah lagi.
Kalau istri sudah menyetujui secara lisan dan tertulis, tidak langsung suami boleh menikah dengan wanita lain, karena hakim akan melihat terlebih dulu struk gaji suami, apakah cukup untuk menghidupi kedua istri, apakah mencukupi untuk rumah tangga yang baru. Hal itu dilakukan sebagai proteksi untuk menjaga supaya tidak ada pihak yang terlantar.
Akan tetapi, di Indonesia banyak izin tertulis yang dimanipulasi. Sebab, Musdah mengaku pernah mewawancarai hakim-hakim agama di berbagai pengadilan agama, di mana mereka mengatakan belum pernah ada istri yang memberikan izin tertulis atau membolehkan suaminya berpoligami.
“Di negara kita semuanya memang serba mudah, hakim bisa disuap dan surat palsu juga mudah dibuat. Sebenarnya, ini bisa diatasi dengan menggunakan hukum yang ketat. Kalau ada sanksinya tentu orang tak akan berani untuk melakukannya. Ini terlihat di negara-negara Islam yang sudah maju, di mana hukum yang mengatur Undang-undang Pernikahan dan Undang-undang Keluarga bisa berjalan dengan baik,” jelasnya.

Diskriminatif Hukum Berdasarkan Status Ekonomi


CERITA KORUPTOR :
Bekas Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara Eddie Widiono mengajukan banding atas vonis lima tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI, pekan lalu. Banding diajukan Eddie pada Rabu, 28 Desember 2011, ke Pengadilan Tinggi DKI.

"Kami banding karena keputusan hakim menilai kebijakan melakukan pekerjaan roll-out CIS RISI menurut kami tidak bisa diadili, kecuali kebijakan itu secara sengaja dibuat untuk menguntungkan diri sendiri," kata penasihat hukum Eddie, Maqdir Ismail, di Jakarta.

Menurut Ketua Majelis Hakim Tjokorda Rae Suamba, Eddie dinilai bersalah karena menunjuk langsung PT Netway Utama sebagai kontraktor. Namun hakim menyatakan Eddie tidak terbukti mengambil keuntungan dari proyek yang berlangsung di Jakarta dan Tangerang. Meski menyebut Eddie tak menikmati uang korupsi, hakim tetap menilai Eddie bersalah karena merugikan negara Rp 46 miliar dan memperkaya orang lain.

Maqdir mengklaim kebijakan Eddie dalam proyek roll-out CIS RISI justru menguntungkan masyarakat, PLN, dan pemegang saham. Sebab proyek tersebut menguntungkan PLN dengan nilai manfaat Rp 800 miliar per tahun. Ia pun menuding hakim membuat putusan yang salah. "Kesalahan pokok pada putusan pengadilan karena mereka meyakini ada kerugian negara sebesar Rp 46 miliar yang berasal dari penghitungan yang dilakukan secara ceroboh dan tidak benar secara akademis ataupun praktis," ujarnya.

Hakim juga dinilai Maqdir mengabaikan banyak fakta persidangan. Seperti fakta pekerjaan roll-out CIS RISI PLN Disjaya dan Tangerang telah mendapat persetujuan Dewan Komisaris, dan ihwal penunjukan langsung PT Netway yang diklaim telah dilakukan sesuai dengan ketentuan perusahaan.

Dalam sidang pekan lalu, Eddie Widiono dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Ia juga didenda sebesar Rp 500 juta subsider hukuman penjara enam bulan karena bersalah dalam proyek outsourcing CIS-RISI di PLN Disjaya Tangerang tahun 2004-2007. Kasus ini terjadi saat Eddie menjabat Direktur Utama PLN periode 2001-2008.

Perbuatan korupsi dilakukan Eddie secara sendiri ataupun bersama-sama dengan eks General Manager PLN Disjaya Tangerang Margo Santoso, Fahmi Mochtar, serta Direktur Utama PT Netway Utama Gani Abdul Gani. Eddie disebut jaksa memperkaya Margo Rp 1 miliar, Fahmi Rp 1 miliar, dan Gani Rp 42,1 miliar. Dalam perkara ini jaksa sebelumnya menuntut Eddie hukuman pidana tujuh tahun penjara.
                                                                                        
CERITA RAKYAT KECIL :
Entah apa yang ada di benak AAL, pelajar sebuah sekolah menengah kejuruan negeri di Palu, Sulawesi Tengah, ketika mengetahui kenakalan ‘kecilnya’ berbuntut panjang dan berbuah pahit sampai lebih dari setahun kemudian.

Suatu hari di bulan November 2010, AAL bersama kawannya melintas di depan kos seorang anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah berpangkat Briptu. Di depan kos sang Briptu berinisial AR, AAL melihat sandal jepit tergeletak. Tanpa berpikir panjang, ia kemudian mengambil sandal jepit tersebut.

Menurut Briptu AR, selain dirinya, kawan-kawan sekosnya pun kehilangan sandal. Ia pun mempersoalkan pencurian sandal jepit itu ke pihak kepolisian tempatnya mengabdi. Enam bulan setelah peristiwa pencurian itu, polisi memanggil AAL dan kawannya. Mereka diinterogasi, bahkan dipukuli dengan tangan dan benda tumpul.

AAL menderita lebam di punggung, kaki, dan tangan, akibat kekerasan yang ia terima saat interogasi itu. Ia pun mengaku mencuri sandal. Kasus terus bergulir. Pengaduan Briptu AR soal sandalnya yang dicuri AAL diproses terus secara hukum dan akhirnya masuk ke Kejaksaan Negeri Palu.

Kasus pencurian sandal jepit ini pun sampai juga ke pengadilan, dan AAL resmi menjadi terdakwa. Jaksa menyatakan, AAL melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 326 KUHP tentang Pencurian. AAL pun diancam 5 tahun penjara.
Masyarakat terkejut. Betapa bocah pencuri sandal jepit bisa terancam hukuman layaknya koruptor. Nasib mirip dengan AAL pernah dialami oleh seorang nenek bernama Mina tahun lalu. Bedanya ia tidak mencuri sandal. Ia dan dua orang anaknya dituduh mencuri 2 kilogram buah randu seharga Rp12.000.

Efendi, pemilik pohon randu di lahan PT. Segayung di Desa Sembojo, Kecamatan Kulit, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, melaporkan Nenek Mina dan kedua anaknya ke Polres Batang. Nenek Mina dan anak-anaknya yang masih di bawah umur itu pun ditahan dan diancam 7 tahun penjara.

KESIMPULAN :
Penegakan hukum di negara Indonesia sangat kontras dan tidak masuk diakal sehat, terutama atas tindakan aparat hukum dalam memberantas tindak korupsi.
Para koruptor yang telah merugikan keuangan negara hingga puluhan miliar hanya dituntut beberapa tahun saja. Lihatlah mantan Direktur Utama PT PLN, Eddie Widiono yang hanya dituntut 7 tahun penjara dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara.
Padahal tuntutan jaksa, Eddi dinilai telah merugikan keuangan negara sebesar Rp46 miliar. Lainnya, anggota DPR Bulyan Royan hanya dijatuhi hukuman enam tahun penjara karena menerima suap US$60 ribu dan 10 ribu euro dan jaksa menuntut delapan tahun penjara.
Berbanding terbalik, bila pelaku adalah rakyat kecil, seperti kasus seorang pelajar SMKN 3 Palu, Palu Selatan, Sulawesi Tengah, AAL (15), yang terancam 5 tahun penjara. Polisi dan jaksa menuduhnya mencuri sendal seharga Rp 30 ribu milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap.
Daftar penegakkan hukum yang lebay menambah daftar panjang tebang pilih aparat dalam menegakkan hukum. Ada lagi, kasus, pencurian 3 buah kakao oleh nenek Minah di Banyumas, Jawa Tengah, yang dijatuhi hukuman selama 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan pada 19 Nopember 2009.
Jika pencuri sendal seharga Rp 30 ribu saja terancam lima tahun penjara, lalu berapa lama ancaman penjara yang pantas bagi koruptor yang telah merampok uang rakyat puluhan miliar rupiah?
Untuk membersihkan para penegak hukum, khususnya hakim yang memberi keputusan vonis maka Lembaga Mahkamah Agung sebaiknya melakukan penyelidikan terlebih dahulu terhadap para hakim Pengadilan Tipikor daerah untuk mengetahui, apakah benar para hakim Pengadilan Tipikor terlibat kasus suap dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi di daerah.
Mahkamah Agung (MA) harus bertanggung jawab atas perilaku hakim pengadilan tipikor di daerah yang telah memvonis bebas dan ringan terhadap koruptor. Kontroversi vonis bebas dan ringan di pengadilan tipikor daerah bermula dari mekanisme rekrutmen hakim-hakim yang tidak kredibel dan mekanismenya yang tidak akuntabel.
Inikah yang disebut KEADILAN???

Teknologi Sangat Berpengaruh Bagi Mental Anak


Hari-hari terakhir ini, kita hampir tidak dapat dilepaskan dari hingar bingar berita skandal video porno mirip artis yang sudah tersebar bebas di internet. Lepas dari segala kecaman maupun berita yang disorotkan ke artis yang terlibat, kita memang perlu prihatin bahwa tersebarnya rekaman tersebut, sudah terjangkau hingga ke berbagai kalangan, termasuk anak-anak. Bahkan jauh sebelum kehebohan video ini muncul, kita tentu masih ingat tersebarnya pula rekaman video seks mantan pejabat, mahasiswa, ganti baju artis, dan masih banyak lagi.
Semuanya merupakan aktivitas yang cenderung ditabukan dalam kultur masyarakat kita, terutama bagi anak-anak. Dan tidak dapat dipungkiri, kasus yang melibatkan artis-artis terkenal ini menjadi perhatian public maupun pemerintah yang cukup besar karena mereka adalah figur public, sehingga membuat lebih banyak kalangan yang cenderung ingin tahu, apa yang sedang diberitakan media massa.
Harus kita akui, di jaman yang serba modern ini, penyebaran informasi apapun, baik yang positif maupun negative, relative sulit dihindari, termasuk juga informasi-informasi yang seharusnya diperuntukkan untuk orang dewasa yang sudah siap lahir dan batin menerima informasi tersebut. Apalagi, perkembangan internet dan perangkatnya yang semakin murah dan semakin kita butuhkan untuk aktivitas sehari-hari sehingga memungkinkan akses yang semakin mudah.
Tentu tidak akan efektif bila kita sebagai orang tua, hanya sekedar melarang anak kita dan memarahinya bila kita mendapatinya sedang mengkonsumsi informasi yang tergolong dewasa, baik melalui internet, handphone, televisi ataupun alat teknologi lain, karena hal itu akan memunculkan rasa penasaran yang besar pada anak, dan ujung-ujungnya, akan mudah tergoda untuk mencari tahu dalam bentuk praktek nyata, seperti yang kebanyakan diberitakan selama ini di berbagai media massa.
Oleh sebab itu, kunci utama untuk melindungi buah hati kita dari dampak negative kemajuan teknologi, dengan tetap kita mampu memaksimalkan segi positif dari teknologi tersebut, adalah KOMUNIKASI. Seperti layaknya setiap hubungan apapun itu, termasuk hubungan antar suami-istri, KOMUNIKASI merupakan sarana yang paling efektif untuk saling memberikan masukan, saling memahami, saling memberikan pengertian, dan saling belajar satu sama lain dalam mencapai win-win solution di setiap masalah apapun.
Marah, memaksa, melarang, menghukum, maupun tindakan emosional lainnya, cenderung meningkatkan perasaan tertekan dan keinginan memberontak pada anak, yang ujung-ujungnya, akan menyulitkan orang tua dalam penanaman nilai secara tepat.
Komunikasi antar orang tua-anak yang terjalin dengan baik (artinya, anak merasa nyaman setiap kali berkomunikasi dengan orang tuanya, bukan malah tertekan atau takut), akan jauh lebih efektif untuk menanamkan nilai-nilai dibandingkan factor luar. Hanya pada saat anak tidak merasa nyaman ketika ia di rumah, itulah saatnya factor luar (teman, media massa, dll) memberikan pengaruh yang signifikan.
Lantas, bagaimana caranya ber-KOMUNIKASI yang efektif agar anak mudah memahami pengertian yang dimaksud orang tua?
Di sini, dibutuhkan KESESUAIAN antara inti informasi yang dikomunikasikan orang tua dengan perkembangan mental anak, yang umumnya mengikuti perkembangan usianya.
Tidak dapat dipungkiri, perkembangan intelektual dapat semakin cepat dan semakin dini berkat pengaruh gizi, lingkungan, maupun pola asuh. Namun sebaliknya, perkembangan mental perlu proses sinergi terus menerus antara orang tua-anak-lingkungan hingga anak mulai mampu mengambil tanggung jawab secara mandiri di masa dewasa.
Oleh sebab itu, kami sajikan beberapa tips berikut ini yang dapat dicoba orang tua dalam menanamkan nilai-nilai normative (khususnya terkait perilaku seks bebas):
1. Memanfaatkan Perumpamaan/ Metafora CINTA dan RESMI
Hal ini terutama saat anak berusia di bawah sekurang-kurangnya 7 tahun (sekitar SD kelas 2), bertanya dari mana ia dilahirkan.
  • Lebih baik orang tua menghindari jawaban yang sulit diterima akal sehat karena kelak di masa depan, anak akan sulit percaya kepada orang tua bila ternyata kenyataannya tidak seperti yang disampaikan orang tua.
  • Lebih baik orang tua memberikan jawaban dari Cinta, seperti cerita cinta dongeng Cinderella dan dari Cinta itulah, anak dilahirkan. Maka, konsep terlahir dari “Cinta”, menjadi norma yang terekam di informasi anak.
  • Di atas usia 7 th – awal masa akil balik, orang tua bisa menambahkan konsep “Cinta” tersebut dengan konsep “Resmi”, di mata agama dan hukum, seperti anak yang terlahir dari Cinta yang telah dipersatukan secara resmi oleh agama dan hukum dalam bentuk pernikahan yang sah.
  • Maka ketika anak sudah memasuki masa akil balik (remaja ke atas), nilai-nilai “Cinta” dan “Resmi” sudah terekam di kepribadian anak, sehingga selanjutnya, tugas orang tua relative lebih ringan dengan membimbing anak untuk beradaptasi dengan perubahan fungsi organ tubuh yang sudah mulai matang. Baru pada saat itulah, anak baru dapat belajar mengenai awal mula “Proses Biologis” terbentuknya kelahiran anak dengan nilai-nilai “Cinta” dan “Resmi” yang tertanam.
2. Menunjukkan kebahagiaan yang terpancar dari foto-foto perkawinan orang tua
3. Menunjukkan kebahagiaan yang terpancar dari dokumen kelahiran anak, hasil dari Cinta kasih yang diwujudkan dalam bentuk pernikahan Resmi.
4. Menekankankan dan selalu mengulang kata “Ayah dan Ibu PERCAYA sama Adik (atau nama panggilan anak), dan bahwa Adik akan selalu menggunakan kepercayaan Ayah dan Ibu dengan baik”
5. Menjelaskan bahwa perilaku seks bebas seperti yang ditunjukkan oleh artis maupun orang lain seperti yang diberitakan di berbagai media massa maupun internet, itu bukanlah “Cinta” karena tidak dipertanggungjawabkan secara “Resmi” di hadapan agama dan hukum. Maka dari itu, perilaku semacam itu, tidak akan menghasilkan kebahagiaan bagi diri sendiri.
  • Hal ini-pun berlaku ketika anak sudah menginjak remaja dan mulai menjalin hubungan pacaran, sehingga dengan nilai/ kata kunci “Cinta”, “Resmi”, maupun “Orang tua Percaya” yang telah tertanam dalam prinsip hidup anak, kondisi mental anak akan relative sudah siap untuk menjaga diri sendiri dari godaan untuk melakukan hubungan seksual sebelum waktunya, walaupun dengan pacar sendiri.
6. Yang terakhir dan tak kalah pentingnya, adalah PANUTAN dari orang tua. Tanpa “PANUTAN” yang sesuai dengan kenyataan yang dilihat anak, maka langkah 1 s/d 5 akan menjadi kurang efektif, atau lebih tepatnya, sia-sia.
Seperti sebuah pepatah mengatakan, “Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit.” Demikian juga dengan perkembangan mental pada generasi muda masa datang, khususnya anak-anak kita.
Kita tidak dapat memperbaiki masa lalu, kita tidak dapat menutup diri dari perkembangan jaman, kita juga tidak dapat menghindari kemajuan teknologi yang sangat cepat, tapi kita dapat belajar dari kesalahan dan memperbaikinya demi masa depan yang lebih baik. Dan, itu semua tergantung dari diri kita masing-masing saat ini.
Selamat menjadi orang tua yang berbahagia!  ^_^

Penulis :
Siti Marini Wulandari, M.Psi., Psikolog, dan
Suwito Hendraningrat Pudiono, M.Psi., Psikolog