Undang - Undang
No.36 tahun 1999 yang mengatur tentang telekomunikasi yang ada di Indonesia. Undang - undang ini terdiri
dari 9 BAB dan 64 PASAL. Pada undang-undang ini, terdapat bab yang mengatur
tentang penyidikan yaitu BAB 5 pasal 44. Pasal 44 ini dibagi menjadi 3 ayat.
Yang akan saya bahas kali ini adalah BAB 5 pasal 44 ayat 2 butir f, g, h. Berikut
kutipan isi dari UU NO 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi BAB V Pasal 44 Ayat
2 Butir f, g, h :
f. menggeledah tempat yang
diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
g. menyegel dan/atau menyita
alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga
berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
h. meminta bantuan ahli dalam
rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
CONTOH KASUS :
VIVAnews - Sekitar 10 orang dari
kepolisian, Balai Monitoring Frekuensi Ditjen Postel dan Komisi Penyiaran
Indonesia sekitar pukul 11.00 WIB mendatangi kantor Radio Erabaru FM Batam yang
berada di Jalan Borobudur D1, Palm Hill, Bukit Senyum, Batam. Mereka melakukan
penyegelan dan sita paksa alat transmiter radio tersebut.
Aksi sita paksa ini masih
berlangsung hingga pukul 12.05 WIB, Rabu 24 Maret 2010.
Direktur Radio Erabaru FM Batam
Raymond kepada VIVAnews, pihaknya kini berusaha mempertahankan agar alat
transmiter tidak disita paksa.
"Kami semua berjaga di
kantor. Kita tidak terima penyitaan ini. Kasus kami kan masih dalam proses
hukum di MA. Tadi kami sempat tunjukkan tanda terima kasus ini di MA,"
kata Raymond. Namun upaya yang dilakukan Raymond diabaikan petugas dari kepolisian,
Ditjen Postel dan KPI.
Mereka memaksa menyita semua
alat yang ada. "Sejak satu jam lalu kami dipaksa menghentikan
siaran," kata Raymond.
Sementara Direktur Utama Radio
Erabaru, Gatot, menilai tindakan yang dilakukan aparat sebagai pemasungan
terhadap kebebasan pers.
Juru bicara Kominfo Gatot S
Dewabroto yang dikonformasi soal penyegelan paksa ini membantah penyegelan
Radio Erabaru karena adanya intervensi dari pemerintah China.
"Kami belum dapat info dari
lapangan, tapi seandainya terajadi itu karena terkait izin penggunaan frekuensi
dan izin penyelenggaraan penyiaran. Kami akan cek," kata dia.
Yang pasti, kata Gatot, Kominfo
bertindak independen dan berdasarkan UU Telekomunikasi dan Penyiaran.
"Tidak ada intervensi dari mana pun. Kalau menurut kami salah ya salah,
tapi kalau sudah memenuhi syarat ya sudah," kata dia.
Pada 8 maret 2010 lalu, Radio
Erabaru Batam telah mendapat surat
peringatan dari Balai Monitoring (Balmon) Spektrum Frekwensi Radio Kelas II
Batam. Isi surat sama dengan 4 surat sebelumnya yakni perintah menghentikan
kegiatan (off air).
Namun permintaan itu tidak
dikabulkan karena perkara Radio Erabaru
masih dalam proses pengadilan di Mahkamah Agung (Kasasi) dan belum ada putusan
yang berkekuatan hukum tetap (incrakh van gewidje). "Ini berarti semua
pihak, termasuk Balmon tidak diperbolehkan bertindak sendiri dan harus
menghargai proses hukum. Tindakan Balmon yang mendahului putusan pengadilan
yang belum mempunyai kekuatan eksekutorial adalah tindakan tidak etis dan tidak
berdasarkan hukum," demikian siaran pers manajemen Radio waktu yang dipublikasikan
pada 10 Maret 2010.
Tindakan yang dilakukan Balmon
dianggap sebagai intervensi yang dilakukan oleh Pemerintah Komunis China
sebagai upaya menghilangkan eksistensi siaran Radio Erabaru Batam sejak 2007
silam. "Tentu saja tindakan Pemerintah Komunis China ini mutlak untuk
ditentang, karena membahayakan kebebasan pers di Indonesia dan bangsa Indonesia
yang berdaulat, serta berhak mengatur rumah tangganya sendiri."
Permintaan ditutupnya Radio
Erabaru terjadi setelah pemerintah China mendatangi Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI) pada tahun 2007 silam. Tidak hanya sekedar mendatangi, Kedubes China juga
memberikan surat yang berisikan permintaan untuk menghentikan siaran Radio
Erabaru di Batam, karena memberitakan pelanggaran HAM yang terjadi di China,
seperti penindasan terhadap kaum muslim Uighur, konflik Tibet, pengekangan
pers, penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong dan pelanggaran HAM lainnya.
Surat tersebut ditujukan kepada
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, dan ditembuskan kepada beberapa
lembaga negara, seperti Departemen Dalam Negeri, Badan Intelejen Negara (BIN),
Departemen Komunikasi dan Informatika, dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar